Selamat Datang..!!Kecenderungan manusia untuk saling berbagi, membawanya berfikir dan memanfa'atkan segala media yang ada demi termanifestasikanya sebuah intraksi

Rabu, 30 November 2011

Kontribusi PERSIS Terhadap Kajian Hadits di Indonesia

I. Pembahasan
Seajarah perkembangan pembaharuan keislaman di Indonesia dipelopori oleh lahirnya beberapa jam’iyyah diniyyah (organisasi keagama’an) termasuk jam’iyah Persatuan Islam Indonesia (PERSIS).Persatuan Islam mempunyai posisi yang potensial dalam kehidupan social keagama’an di Indonesia. Keberada’anya sebagai organisasi social keagama’an mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi didalam masyarakat baik yang menyangkut system budaya maupun system social.[1]
Lahirnya Persis diawali dengan terbantuknya suatau kelompok tadarusan (penela’ahan agama Islam di Bandung yang dipimpin oleh H.Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan kesadaran akan kehidupan berjama’ah, berimamah dalam menyebarkan syiar Islam,menumbuhkan semangat kelompok ini ini untuk mendirkan sebuah organisasi baru dengan cirri dan karakteristik yang khas.
Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama “Persatuan Islam” (PERSIS). Nama Persis ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai haarapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam.
Falsafah ini didasarkan kepada firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah 103: “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian tali (undang-undang)/aturan Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai “.Serta sbuah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Tirmidzi “Kekuatan Allah itu bersama jama’ah”
Atas prakarsa H.Zamzam (1894-1952 M) Dan H.Yunus di Bandung pada 30 Muharram 1342 H/Rabu Legi, 12 September 1923 M.didirikan organisasi masyarakat Persatuan Islam (PERSIS) untk menyatukan pemahman keislaman di Indonesia dengan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.[2]
Persis yang banyak dipengaruhi aliran Wahabiyah Arab Saudi ini tampil berdakwah sekaligus menetang segala praktik-praktik keagama’an yang berasal dari luar ajaran Islam. Selain berupaya memurnikan akidah umat Islam, juga menurut Ahmad Mansyur menetnag imperealis Barat,keraja’an Protestan Belanda dan Pemerintahan Belanda yang bercokol di Indonesia.
Diantara tokoh-tokoh yang terkenal dalam PERSIS adalah Ahmad Hassan yang juga sedikit banyak telah mewaranai khazanah perkembangan hadits di Indonesia.A.Hasaan merupakan tokoh yang menolak asas gerakan kebangsa’an ataua nasionalisme yang sedang diperjuangakn Partai Syarikat Islam Indonesia (PSSI), Partai Islam Indonesia (PII), Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) dan Perserikatan Nasioonal Indonesia (PNI).[1]
A.Hassan memimpin majalah “Pembela Islam” pada tahun 1929 di Bandung[2]
A.Hassan tampil memainkan peran yang sebaik-baiknya.Kebebasan untuk memahami ajaran agama tanpa terikat oleh suatu madzhab seperti yang ditekankan A.Hassan diharapkan mengurangi satu diantara sekian banyak kendala bagi kemajuan ummat akibat belenggu taklid madzhab yang telah menjadi tradisi sejak berabad-abad yang lampau.Ajakan A.Hassan untuk merujukan pandangan langsung terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah mengantarkan usaha untuk meminati ilmu-ilmu alat yang terkait dengan kedua sumber ajaran Islam tersebut khususnya ilmu Hadits dan Ushul Fiqh yang pada masa itu masih bersifat “elit” dengan kata lain A.Hassan telah memberikan dorongan dan kebebasan dan pendalaman studi Islam.[3]
Pemikiran A.Hassan sering dianggap dengan  suatu yang agresif, ekstrem, dan puritan karna karakter pemahaman yang literalis. Hal ini sangat jelas dalam masalah yang berkaitan dengan ibadah, khususnya ibadah mahdloh, ia sama sekali menolak hal yang berbau bid’ah.
Dalam prinsip ijtihad A.Hassan menekankan bahwa ijtihad harus merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits yang sahih saja. Implikasinya adalah terpinggirkanya fatwa para kyai, terutama karna tidak diketahui rujukan nashnya atau bertentangan dengan nash. Kalapun ada ulama yang dijadikan rujukan itu lebih karena pendapatnya dianggap sesuai dengan nash yang dapat dipertanggungjawabkan.
Konsekwensi dari daya kritisnya, A.Hassan sanagt menentang taklid (mengikuti pendapat tanpa mengetahui alasanya atau dalil) secara mutlak. Tetapi memperkenankan ittiba’ yaitu mengikuuti suatu pendapat yang jelas dalilnya dan diakui kebenaranya. Dalam beristimbath A.Hassan lebih memegang lafadz  (kata) yamg lebih jelas (dzahir) dala menyimpulkan hukum A.Hassan berpegang p[ada dzahir nash dan menolak takwil.
A.Hassan sesungguhnya tidak meninggalkan karya tulis yang secara khusus membahas ilmmu hadits serta cabang-cabangnya, hanya saja dalam beberapa karya tulisnya  terdapat beberapa pembahasan yang berkaitan dengan ilmu hadits,umpamanya buku ringkasan Islam yang ditulis oleh A.Hassan pada tahun 1939 M yang kemudian diterbiitkan pertama kali pada tahun 1972 M.,didalamnya pada fashal kedua secara khusus menerangkan pengrtian hadits serta pembagianya dan sejarah perkembangan hadits.[4]
Pemikiran A.Hassan Tentang Hadits
A.Pengertian Hadits, Sunnah, dan Atsar
Hadits secara bahsa berarti perkata’an,pembicara’an, percakapan, sesuatu yang baru, dqan khabaran.
Menurut istilah maksudnya ialah perkata’an, perbuatan dan hal-hal Raaaaasul juga taqrirnya yaitu perbuatan atau percakapan sahabat yang dikatahuui oleh Rasulullh Muhammad SAW, tetapi dibiarkanya.[5]
Sunnah menurut bahsa berarti perjalanan, perrturan, tabi’aat dan syri’at.Menurut istilah sunnah sama dengan hadits[6] Sedang atsar itu adalah perkata’an sahabat[7] Dmikian A.Hassan mengemukakan penjelasan mengenai iga term (istilah tersebut.
B. Pemabagian Hadits
Hadits atau sunnah yang terdapat dalam kitab-kitab hadits yang terkenal ditinajau dari sisi jumlah periwayatanya terbagi kepada dua macam : (1) mutawattir, (2) ahad.
Hadits mutawatir adalah haadits-hadits yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW oleh beberapa banyak manusia kepada beberapa banyak manusia dan seterusnya demikia hingga tercatat dengan beberapa sanad pula.[8]
Adapun hadits ahad terbagi mnjadi tig macam: (1) Hadits masyhur atau mustafid yaitu hadits-hadits yang diriwayatkan daru Nabi Muhammad SAW oleh tiga orang atau lebih kepada iga orang atau lebih, dan seterusnya begitu hingga tercatat dengan sanad yang sekurrang-kurangnya tiga. (2) Hadits ‘aziz yakni hadits-hadits yang diriwayatkan dari Nabi Muhamamd SAW oleh dua orng kepada dua orang dan seterusnya hingga trcatat dengan dua sanad. (3) Hadits gharib yakni hadits-hadits yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW oleh seorang kepada seorang dan seterusnya demikian hingga tercatat dengan satu sanad.[9]
Hadits mutawattir sudah pasti maqbul yang termasuk hadits ashah yakni yang terlbih sah, kecuali bila kandungan matan-nya bertentangan dengan AL-Qur’an .[10]Hadits ahad ada yang maqbul (diterima) dan ada pula yang mardud (ditolak).

 [1] Badri Khaeruman, Drs. M.Ag

[2] Ahmad Mansyur Suryanegara: Api Sejarah (Slamadani Publishing, Oktober 2009, hal. 470-483)

[1] Ahmad Mansyur Suryanegara. Hal 478

[2] Howard M.Federspiel, Persatuan Islamic Reform in Twetieth Century Indonesia, diterjemahkan oleh Yudian W. Asmin dan Afandi Mochtar dengan judul Persatuan Islam: Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX, (Cet. I; Yogyakarta: Gadjah Mada Univesity Press, 1996 M.), h.25

[3] Syafiq A.Mughni, Nilai-nilai Islam: Perumusan dan Upaya Aktualisasi, (Cet. I:Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2001 M.), h. 139.

[4] A.Hassan, Ringkasan Islam, op. Cit., h. 17

[5] A.Hassan, Ringkasan Islam, (Bangiol: AL-Muslimun, 1972 M.), h. 11

[6] Ibid; lihat pula A.Hassan, “Muqaddimah Ilmu Hadits dan Ushulfiqh”, dalam Tarjamah Bulugh al-Marsm, (Cet. XXV;Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2001 M.),h. 15, selanjutnay disebut “Muqaddimah Ilmu hadits “ saja.

[7] Ibid., h. 2

[8] Ibid., h. 10; lilhat pula A.Hassan, Ringkasan Islam , loc. cit

[9] A.Hassan, “Muqaddimah ILmu Hadits”, lopc. Cit.

[10] Ibid.; A.Hassan, Ringkaasan Islam, op. cit., h. 12

[1] Badri Khaeruman, Drs. M.Ag

[2] Ahmad Mansyur Suryanegara: Api Sejarah (Slamadani Publishing, Oktober 2009, hal. 470-483)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar