Selamat Datang..!!Kecenderungan manusia untuk saling berbagi, membawanya berfikir dan memanfa'atkan segala media yang ada demi termanifestasikanya sebuah intraksi

Selasa, 15 November 2011

TAKBIR KONTEMPORER TAK SEMUJARAB TAKBIR CLASSIC


 
KH.Hasyim Asy’ari menyuruh santri-santrinya untuk bersama-sama berangkat menuju Surabaya, yang pada waktu itu diserang oleh Belanda, lalu si santri minta bekal terhadap KH.Hasyim Asy’ari, Kyai Hasyim hanya memberi bekal terhadap mereka lafadz “Allahu Akbar”, dengan lafadz Allahu Akbar inilah sang Kyai dan santri-santrinya bisa mengusir Belanda dari Surabaya.Ya…!lafadz Allahu Akbar, sekali sang Kyai dan santrinya memijakkan kakinya ke bumi (nggejog bumi), bumi langsung bergetar. SubhanAllah..!dahulu betapa hebatnya lafadz itu.
Dewasa ini sangat ironis, syi'ar Islam seringkali diekspresikan melalui pekik "Allahu Akbar" yang menggelegar dan intimidatif, pekik "Allahu Akbar" seakan-akan identik dengan syi'ar Islam. Sejak kapan para pemekiknya di jalanan, di demo-demo merasa paling jago dalam membela Islam? Sungguh absurd dan aneh.Mungkin karena pekik “Allahu Akbar” yang seperti inilah yang justru menjadikan ketidak mustajabanya, terkesan di obral, murah. Berbeda dengan pekikan “Allahu Akbar” pada era KH.Hasyim Asy’ari dahulu.
"Allahu akbar" tidak lain adalah ekpresi ritual untuk memuja Allah, seperti dalam sholat maupun dalam dzikir.
Menurut Kang Jalal (Jalaluddin Rahmat), ungkapan "Allahu Akbar" sama sekali tidak ada disebut dalam Al-Qur'an. Yang banyak disebut jutsru sifat-sifat Allah yang "Rahman" "rahim" "Alim" dst, tapi bukan "Akbar." Hanya ada satu ayat, masih menurut Kang Jalal, yang menyebut kata "akbar": "Wa ladzikru Allahu akbar" (dan sesungguhnya berdzikir pada Allah adalah sesuatu yang paling agung.
Walhasil, pekik "Allahu akbar" ternyata tidak ada dalam Al-Qur'an. Jadi sejak kapan pekik "Allahu Akbar" seakan-akan identik dengan syi'ar Islam? Sejak kapan para pemekiknya di jalanan, di demo-demo merasa paling jago dalam membela Islam?
Dalam kitab Mu'jam Mufahras. Allahu Akbar sebagian besar dalam konteks ritual. Memang ada beberapa hadits tentang takbir dalam 'jihad-perang'. Yang menjadi masalah, konteks perang ini di bawa ke mana-mana, di luar konteks perang. Membawa takbir di luar konteks ritual dan perang, hanya untuk melampiaskan amarah dan bahan kebencian, adalah tindakan melampaui batas, padahal Allah tidak menyukai sesuatu yang berlebihan. Menodai takbir dengan amarah dan kebencian. Dalam hal ini tidak sesuai Sunnah Nabi. KH.Hasyim Asy’ari dan para pejuang benar karna konteksnya memang perang.
Saran..!!
Jika ceramah, sebelumnya perlu bilang: 'Para hadirin, mohon jika ingin berdzikir ucapkan 'Subhanallah' atau 'alhamdulillah' ‘Allahu Akbar’. Dan tidak usah keras-keras. Tadharru'an wa khufyatan. Karena Allah Maha mendengar.' Mungkin lebih ADEM…



Tidak ada komentar:

Posting Komentar